Seorang penulis kenamaan, James Dobson mengatakan, “Dari semua gelar yang pernah diberikan kepada saya, gelar yang paling saya sukai hanyalah Ayah.” Penegasan Dobson ini menarik untuk diperhatikan, khususnya kita para orang tua.
Ada begitu banyak gelar dan jabatan yang memikat hati kita. Untuk jabatan dan gelar seperti sarjana hingga doktor kita berani menginvestasikan waktu, uang, tenaga, dan emosi. Namun untuk keluarga, anak-anak dan pasangan, sering tenaga dan emosi kita sudah habis. Kita hanya bisa menyisakan dan bukan menyediakan waktu (terbaik) kita.
Seorang Ibu dengan enam belas anak, pernah mengatakan, “Saya memberikan satu jam waktu terbaik saya untuk setiap anak setiap minggunya. Pada waktu-waktu itu saya mengajak mereka ngobrol, curhat dan berdoa untuk mereka.” Ibu tersebut bernama Susana Wesley yang melahirkan tokoh besar seperti John dan Charles Wesley.
Keluarga, sumber sukacita
Keluarga dan anak-anak sesungguhnya suatu mukjizat. Anak-anak adalah milik pusaka dan istri kasih karunia. Anak-anak tidak hadir secara kebetulan. Di dalam dan melalui mereka, kita boleh menikmati anugerah Tuhan berupa kekuatan, sukacita dan penghiburan Ilahi.
Keluarga adalah mukjizat yang bisa kita rasakan setiap hari. Kita bisa menikmati senyuman, candaan, sapaan, pujian hingga kritikan membangun. Kita juga merasakan pelukan, ciuman, pangkuan hingga suasana makan bersama penuh kekeluargaan. Suasana ini sungguh istimewa dan tak tergantikan.
Pekerjaan kita lainnya, apakah sebagai guru, pejabat, hingga menteri atau presiden sekalipun banyak yang bisa menggantikan. Namun jabatan kita sebagai Ayah dan atau Ibu, Suami dan atau Istri tak tergantikan. Sungguh, tidak tergantikan.
Kehadiran Tuhan terasa banget dalam relasi kita dengan anggota-anggota keluarga. Lihat saja, setiap bertemu kenalan baru atau lama, biasanya yang pertama-tama yang akan mereka tanyakan kepada kita adalah, tentang anggota keluarga kita. Apakah kita sudah menikah; berapa anak kita; berapa cucu, dsb. Mereka tidak akan pertama-tama menanyakan, berapa banyak uang atau berapa tinggi gelar atau jabatan kita. No!
Karena istimewanya keluarga, anak dan pasangan layaklah kita menjadikannya sumber sukacita dan kebahagiaan. Merka membantu kita bersyukur dan mengagumi Tuhan setiap hari. Lewat pengalaman bersama keluarga, baik positif atau negatif, suka atau duka, cukup atau kurang, sering kita mendengar suara dan teguran Ilahi. Di dalam keluargalah kita menikmati pertumbuhan hidup, makin mengenal kemanusiaan kita dan rencana Tuhan untuk masa depan pribadi dan keluarga kita.
Lagi pula, di dalam dan melalui keluargalah dilahirkan dan dibesarkan orang-orang besar dan berguna. Para tokoh, pejuang, pahlawan, pemimpin dan pelayan masyarakat juga lahir dari sebuah keluarga.
Saudara, kita boleh saja menjadi orang biasa-biasa saja saat ini. Tapi kita belum tahu bagaimana kelak keadaan anak-cucu kita. Seratus, empat ratus tahun mendatang, mungkin saja dari keturunan kita akan lahir orang besar yang Dia pakai memberkati bangsa. Lihat Obama, mungkin sekali nenek moyangnya tidak menduga akan ada generasi mereka menjadi Presiden Amerika Serikat.
Oleh karena itu mari kita investasikan waktu dan energi serta emosi terbaik bagi pasangan dan anak-anak. Jadikan mereka sebagai poros dari semua aktifitas kita lainnya. Jangan biarkan satu kegiatan atau jabatan apapun, termasuk pelayanan rohani, merusak atau merugikan keluarga kita. Jangan demi uang kita korbankan masa depan anak-anak dengan mengabaikan mereka.
Terlalu mahal anak-anak untuk kita sia-siakan. Terlalu berharga jika keluarga kita korbankan demi gengsi dan materi. Apalagi mengingat, hanya keluargalah yang kelak akan kita “bawa bersama” dalam kekekalan. Menghadap pengadilan Tahta Ilahi. Semua lainnya, uang, rumah, jabatan, pangkat, gelar, tanah, emas, dsb akan kita tinggalkan di bumi. Sadarkah kita akan hal ini?
Oke, mulailah dengan merancang kelender keluarga. Kapan Anda akan menghabiskan waktu bersama pasangan dan anak-anak setiap minggunya, meski hanya 10 hingga 15 menit. Rencanakan kapan ada waktu lebih banyak, misalnyadi akhir pekan, usahakan makan bersama dll. Juga menyusun kalender liburan keluarga, seperti masa liburan sekolah atau hari raya nasional. Kenali dengan baik bahasa cinta pasangan dan anak-anak Anda. Rancanglah memberikannya secara rutin, agar mereka merasa dicintai dan tanki cinta mereka penuh terisi.
Anugerah-Nya melampaui kegagalan kita
Namun andaikata saat ini perkawinan kita pernah atau sedang gagal atau bermasalah; atau anda merasa kecewa dengan kondisi anak-anak dan pasangan, janganlah berkecil hati. Carilah bantuan, dan belajarlah dari pengalaman.
Kita boleh gagal, tetapi rencana Tuhan untuk anak-anak dan keturunan kita tidak bisa digagalkan siapa pun. Dia akan terus mengerjakan rencana-Nya yang indah dan masa depan yang penuh harapan. Ini bukan janji kosong. Ada beberapa orang besar dan berguna lahir dari keluarga broken home.
Ini semua menyadarkan kita, bahwa anugerah Tuhan melampaui kelemahan, kesalahan, kegagalan dan ketidak sempurnaan kita, baik sebagai Ayah atau Ibu, juga sebagai pasangan bagi suami/istri kita.
Apapun keadaan keluarga kita saat ini, izinkanlah Sang Pembentuk lembaga keluarga, terlibat dan campur tangan. Dia sanggup memulihkan keluarga kita yang retak dan rusak. Kita memang tidak berdaya mengubah generasi yang di atas kita, tetapi kita bisa mempengaruhi (secara positif) generasi yang di bawah kita.
Jadikan kegagalan perkawinan orangtua kita sebagai pengalaman berharga. Sebab kita tahu, Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang percaya akan rencana kasih-Nya. (kompashealth)
0 komentar:
Posting Komentar