Search

iklan

Memetik Manfaat Sehat dari Berpuasa

Bulan Ramadhan di ambang pintu. Puasa dalam bahasa Arab disebut shaum atau al-shaum, artinya menahan. Pada saat menjalani ibadah tersebut, umat Muslim diwajibkan menahan nafsu, termasuk lapar dan dahaga selama 14 jam.

Saat berpuasa, orang hanya makan dua kali sehari, yaitu sahur dan buka puasa. Normalnya, kita makan tiga kali sehari, pagi, siang, dan malam.  Dengan pengurangan waktu makan tersebut, menurut dr Ari Fahrial Syam, Sp.PD, ahli penyakit dalam dari RSCM Jakarta, tubuh seharusnya lebih sehat.

"Pembatasan kalori selama berpuasa akan berdampak pada penurunan berat badan sekitar 5 persen di akhir puasa. Terjadi juga penurunan kolesterol dan asam urat. Gula darah juga lebih terkontrol," katanya.

Saat kita menjalankan puasa, organ pencernaan merenovasi atau membetulkan sel-sel yang rusak. Kemudian, daya serap pencernaan akan meningkat karena jika usus istirahat, kondisi organ pencernaan akan lebih optimal bekerja.

Berpuasa juga menjadi cara detoksifikasi yang aman dan tepat. Ketika berpuasa, racun-racun, sel lemak, dan juga sel-sel yang mati akan dikeluarkan dari tubuh.

"Dampak lain dari pengurangan kalori adalah mengurangi radikal bebas dan meningkatkan anti-oksidan sehingga akhirnya akan memperlambat proses degenerasi organ-organ tubuh," kata dokter yang mendalami bidang pencernaan ini.

Meski demikian, Ari mengingatkan, manfaat kesehatan tersebut hanya bisa diwujudkan jika kita juga mengendalikan nafsu makan, terutama ketika berbuka puasa. Masalahnya, masih banyak orang yang berpikir kerja keras menahan lapar dan haus seharian harus dibalas dengan makanan yang terbaik saat berbuka.

"Hikmah puasa adalah pembatasan asupan kalori, pembatasan makan. Selayaknya budaya balas dendam saat berbuka  itu kita redam. Kalau kita konsisten menjalani hal ini, mudah-mudahan hikmah mendapat kesehatan setelah berpuasa dapat tercapai," ujarnya.

Kebiasaan menyediakan hidangan yang berlebihan selama bulan puasa, menurut Ari, juga bisa berdampak pada kenaikan harga-harga bahan pokok di pasaran. "Sekarang saja harga sembako dan lauk-pauk sudah melambung tinggi," ujarnya.

Puasa Memperlambat Penuaan

Puasa bagi umat Islam adalah tidak makan dan minum serta menghentikan segala sesuatu yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Selain menahan haus dan lapar, dari sisi ilmu kedokteran, berpuasa ternyata bisa memberikan Anda sejumlah manfaat kesehatan.

Menurut dr Siti Setiati, SpPD, spesialis penyakit dalam dari Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indoenesia (FKUI), dengan berpuasa, jumlah kalori makanan akan berkurang.

"Pembatasan jumlah kalori makanan adalah salah satu cara yang telah terbukti dapat memperlambat penuaan serta mencegah penyakit yang sering timbul pada usia lanjut dan kanker," katanya, Rabu (27/7/2011) di Jakarta.

Saat berpuasa, umumnya akan terjadi pengurangan jumlah kalori yang diasup hingga 10-40 persen dari kebutuhan sehari-hari. Hasil penelitian pada binatang menunjukkan, dengan mengurangi jumlah kalori, ternyata dapat memperpanjang usia harapan hidup, menurunkan risiko kanker, serta mencegah berkembangnya penyakit, seperti diabetes dan ginjal.

"Penelitian pada manusia juga sudah ada. Hasilnya, komposisi lemak tubuh berkurang, tekanan darah membaik, kolesterol turun, risiko diabetes berkurang, dan dapat memperlambat proses penuaan," katanya.

Siti mengatakan, berbagai penelitian dan literatur memang telah membuktikan manfaat puasa bagi kesehatan. Namun, seseorang tentu tidak akan langsung merasakan khasiatnya jika hanya puasa sebulan. "Ini tentu bukan puasa yang hanya dilakukan satu bulan saja, tetapi harus terus-menerus dilakukan dalam bulan-bulan berikutnya," katanya.

Manfaat restriksi (pembatasan) kalori, kata Siti, juga berpengaruh pada kesehatan jantung. Pembatasan kalori dipercaya dapat memompa jantung menjadi lebih kuat dan membuat seseorang tidak mudah lelah setelah melakukan aktivitas atau olahraga.

Sementara itu, DR dr Ari Fahrial Syam, SpPD, ahli kesehatan pencernaan dari RSUPN Cipto Mangungkusumo, mengatakan, proses puasa yang dijalankan idealnya bukanlah yang bersifat "balas dendam", yakni membalaskan atau makan semaunya di luar jam puasa. Sebab, dalam proses berpuasa, pada dasarnya harus ada penurunan berat badan.

Menurut Ari, puasa dapat diistilahkan seperti konsep alternate day fasting, di mana dalam satu hari setengah makan, setengah berpuasa. Tujuan di situ adalah pengurangan asupan kalori. "Biasanya penurunan berat badan sekitar 5 persen," katanya.

Ari menegaskan, jika seseorang mengalami penurunan berat badan, akan diikuti dengan penurunan kalori, kolesterol, lemak, radikal bebas, dan peningkatan antioksidan. Saat berpuasa, ada baiknya mengonsumsi sayur dan buah yang mengandung banyak antioksidan.
Pasalnya, dengan banyak makan sayur dan buah, sebenarnya di dalam usus telah terjadi penyerapan kolesterol dan pengurangan gula oleh serat-serat.

"Prinsipnya, kalau kita berpuasa, tubuh tetap memproduksi gula dan lemak dihancurkan. Dengan lemak dihancurkan, otomatis timbunan-timbunan yang tidak perlu jadi berkurang. Efeknya penurunan berat badan," katanya.

Sakit Maag Fungsional Sembuh dengan Puasa

Berbagai pertanyaan sering timbul di masyarakat terutama bagi mereka mempunyai masalah dengan lambung dan ingin melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Pertanyaan tersebut antara lain, apakah puasa akan memperberat sakit maag? Apakah orang sakit maag boleh berpuasa?

"Pada umumnya, penderita sakit maag dapat berpuasa terutama jika sakit maagnya hanya gangguan fungsional," kata Dr dr Ari Fahrial SYAM SpPD-KGEH, spesialis penyakit dalam dan konsultan penyakit lambung dan pencernaan, RSUP Cipto Mangunkusumo dalam Simposium Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Rabu (27/7/2011).

Bahkan, menurut Ari, sakit maag karena gangguan fungsional biasanya dengan berpuasa keluhan sakit bisa berkurang dan merasa lebih sehat pada saat berpuasa. Hal ini terjadi karena keluhan sakit maag yang timbul pada pasien akibat ketidakteraturan makan, konsumsi makanan camilan, seperti makanan yang berlemak, asam, dan pedas sepanjang hari.

"Selama berpuasa, pasien-pasien ini pasti makan lebih teratur karena hanya dua kali dengan waktu yang lebih kurang sama setiap harinya selama puasa, yaitu saat sahur dan berbuka," katanya.

Ari mengatakan, umumnya orang yang berpuasa akan lebih banyak bersabar dan mengendalikan stres. Hal-hal inilah yang menyebabkan pasien dengan gangguan fungsional tersebut dapat berpuasa dengan baik dan keluhan sakit maagnya akan berkurang.

"Justru mereka yang sakit maag fungsional akan membaik maagnya kalau melakukan puasa" ujarnya.

Ari mamaparkan, secara umum sakit maag dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu sakit maag fungsional dan sakit maag organik. Pada penderita sakit maag fungsional, diketahui apabila pada pemeriksaan dengan endoskopi (teropong saluran pencernaan atas) tidak didapatkan kelainan secara anatomi.

Sementara pada maag organik, biasanya didapatkan kelainan secara anatomi, misalnya luka dalam atau luka lecet pada kerongkongan, lambung, usus dua belas jari, serta kanker pada organ pencernaan tersebut.

Ari mengatakan, khusus pada penderita sakit maag organik yang belum diobati terutama jika mengalami gejala seperti berat badan turun, anemia/pucat, muntah darah, BAB hitam, dan tidak bisa menelan, tidak dianjurkan untuk melakukan puasa.

"Adapun pada orang yang memang terdapat kelainan organik, puasa akan memperberat kondisi sakit lambungnya jika tidak diobati dengan tepat. Namun, jika sakit lambungnya diobati, mereka dapat melakukan ibadah puasa seperti orang normal umumnya," katanya.

Oleh karena itu, Ari menyampaikan kepada mereka yang ingin melakukan ibadah puasa supaya segera pergi ke dokter untuk mengevaluasi apakah penyakit maag yang diderita termasuk yang mempunyai kelainan organik atau fungsional. Sementara itu, bagi orang-orang yang tidak mempunyai masalah dengan lambung, sebelumnya tidak perlu takut akan mengalami sakit maag saat berpuasa.

Bahkan, puasa akan membuat pencernaan lebih sehat. Obat-obatan untuk sakit maag tidak diperlukan bagi pasien yang tidak ada masalah dengan maag selama melaksanakan puasa Ramadhan.

Puasa dan Menghindari Gagal Ginjal

Gagal ginjal hingga memerlukan cuci darah kebanyakan merupakan akibat diabetes melitus. Jumlah kasusnya mencapai 45 persen, disusul akibat tekanan darah tinggi sebesar 28 persen.

”Kegagalan ginjal akibat diabetes melitus atau nefropati diabetik bisa dicegah dengan cara mengontrol kadar gula dan tekanan darah,” kata dokter spesialis penyakit dalam Budiman Darmowidjojo dari Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rabu (27/7) di Jakarta.

Budiman menyampaikan hal itu dalam Media Edukasi Jakarta Diabetes Meeting ke-20 bertema ”Menghindari Kerusakan Ginjal pada Pasien Diabetes Melitus”. Narasumber lain adalah Kepala Divisi Metabolik Endokrin FKUI Imam Subekti.

Budiman mengatakan, gagal ginjal berupa kebocoran selaput penyaring darah pada ginjal mengakibatkan gangguan pengeluaran zat racun lewat urine. Akibatnya, zat-zat racun itu tertimbun dalam darah dan menimbulkan risiko kematian. Karena itu, penderita perlu cuci darah (hemodialisis) untuk membuang zat-zat racun yang menumpuk.

Beberapa gejala awal penumpukan zat racun, antara lain, sulit tidur, selera makan berkurang, sakit perut, lesu, dan sulit berkonsentrasi. Deteksi dini yang dianjurkan adalah mengukur kadar mikroalbuminuria (protein dalam urine).

Ancaman anemia

Kerusakan ginjal juga berdampak pada gangguan pembuatan sel darah merah di sumsum tulang belakang. Produksi sel darah merah akan menurun sehingga terjadi gejala-gejala anemia.

”Dibutuhkan pemeriksaan kadar gula dan tekanan darah, serta lemak darah bagi penderita diabetes secara rutin untuk mencegah nefropati diabetik,” kata Budiman.

Nefropati diabetik ditandai bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal, sering cegukan, dan penurunan berat badan. Seringkali gejala ini tidak menimbulkan rasa sakit sehingga menyulitkan deteksi secara dini.

Imam Subekti mengatakan bahwa penderita diabetes (diabetesi) bisa menjalankan ibadah puasa. Untuk itu diabetesi perlu berkonsultasi terkait perubahan kadar obat kepada dokter lebih dulu. ”Ada masalah hipoglikemi yang harus diantisipasi,” kata Imam.
Hipoglikemi merupakan kondisi kekurangan kadar gula dalam darah. Menurut Imam, hipoglikemi jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan hiperglikemi (kelebihan kadar gula darah).

Merusak otak

”Hipoglikemi dalam hitungan menit bisa merusak jaringan sel otak hingga rusak secara permanen, sedangkan hiperglikemi prosesnya dalam hitungan hari,” kata Imam.

Dalam sebuah penelitian, Imam mengatakan bahwa berpuasa bagi diabetesi memberikan manfaat penurunan berat badan sampai 50 persen. Hanya 6 persen yang justru naik berat badannya.

”Sepanjang kadar gula darah dapat dikendalikan dengan baik, diabetesi dapat berpuasa dan tetap sehat,” kata Imam.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Alamat SAMSAT

iklan

Info Belanja

online gif animator online gif animatorhow to make gif animation maker

Comment

Recommended Reading

iklan iklan iklan iklan iklan

SURAT AL QUR'AN

Al Mulk
Yassin
Al Waqiah
Download
Download
Download
iklan