(HB) Tersedia
berbagai jenis obat batuk yang dijual bebas di pasaran. Sebelum membeli obat
batuk ataupun influenza, pastikan Anda tahu peruntukannya. Yang pasti, bedakan
dulu batuknya, tergolong batuk produktif yang menghasilkan lendir (mukus) atau
batuk kering. Dengan begitu, Anda bisa memilih obat batuk dengan tepat.
Anda bisa berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan sebelum memilih
obat batuk ini:
1.
Ekspektoran
Membantu mengencerkan lendir, sehingga lebih mudah mengeluarkannya. Obat batuk
ekspektoran hanya digunakan bagi penderita batuk produktif dan kesulitan
mengeluarkan lendir tersebut. Hanya saja, jangan bergantung sepenuhnya pada
obat batuk ini. Anda juga harus minum banyak air guna mengencerkan dahak.
2. Mukolitik
Obat batuk ini berfungsi mengubah struktur lendir atau mukus. Dengan begitu,
viskositas (kekentalan) akan berkurang dan mudah dikeluarkan oleh silia melalui
kerja ekspektoran.
3. Antitusif/Supresan
Membantu mengontrol atau menekan refleks batuk di tenggorokan dan paru.
Caranya, dengan meningkatkan ambang rangsang batuk di pusat batuk pada otak.
Obat batuk jenis ini biasanya digunakan untuk batuk kering.
Obat batuk antitusif/supresan hendaknya digunakan dengan bijak. Jangan
menggunakan untuk batuk produktif. Bagaimanapun, batuk berguna karena membantu
mengeluarkan lendir dari paru dan mencegah infeksi bakteri.
Pada obat batuk supresan biasanya digunakan dekstrometorfan untuk mengobati
batuk nonproduktif karena dekstrometorfan bekerja pada pusat batuk.
4. Dekongestan
Obat batuk dengan tambahan dekongestan biasanya berfungsi melegakan saluran
napas dan membersihkan saluran hidung dari lendir.
5. Anthitasmin
Berfungsi
meringankan gejala gatal atau alergi dan hidung berair. Obat batuk atau flu
dengan antihistamin juga mengurangi produksi lendir atau mukus.
Sebelum
Minum Obat Batuk
Sebenarnya
batuk bisa sembuh sendiri, terutama bila pertahanan tubuh dapat mengeliminasi
benda asing pada saluran napas tanpa obat. Namun, bila sistem pertahanan tubuh
tidak sanggup mengeliminasi benda asing itu, diperlukan tambahan obat.
Sebelum mengonsumsi obat batuk, ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui :
- Jangan mengonsumsi sisa antibiotik atau obat batuk yang diresepkan bagi
orang lain, meskipun itu saudara kandung Anda sendiri. Demikian juga aturan
untuk anak Anda. Konsumsi obat itu bersifat indiviual.
- Baca label pada kemasan dan mengikuti seluruh petunjuk yang ada.
- Jangan memberikan dosis obat batuk lebih dari yang direkomendasikan.
- Jangan mengonsumsi obat batuk atau obat influenza bila Anda memiliki reaksi
alergi terhadap obat tersebut di masa lalu.
- Jika sebelumnya Anda telah disarankan untuk menghindari obat-obatan bebas,
konsultasikan dengan dokter sebelum Anda mengonsumsinya.
- Jika Anda sedang hamil, jangan mengonsumsi obat-obatan selain asetaminofen
kecuali dokter memang mengatakan tidak apa-apa.
- Bila batuk terus berlangsung lebih dari dua minggu atau ada gejala
pernapasan lain, segera hubungi dokter.
- Perhatikan gejala lain yang muncul meski Anda sudah melakukan pengobatan di
rumah, terutama bila simtom bertambah parah. Simtom ini seperti sesak dada
dengan batuk, kesulitan bernapas, dan batuk semakin parah atau malah timbul
demam. Waspadai bila batuk Anda berdarah.
- Penting dipahami untuk menggunakan obat batuk secara tepat dan jauhkan dari
jangkauan anak-anak.
Salah
Gunakan Obat Batuk Bisa Fatal
Mengonsumsi
minuman keras murah yang merupakan hasil oplosan alkohol dengan obat-obatan
atau zat kimia kini jamak dilakukan remaja berkantong cekak. Dengan modal
sedikit, mereka berharap bisa 'teler' dan sejenak meninggalkan masalahnya.
Sayangnya, nyawa menjadi taruhannya.
Salah
satu jenis obat yang sering disalahgunakan adalah Dextromethorphan (DMP) salah
satu bahan aktif dalam obat anti batuk. Di pasaran, obat ini tersedia dalam
bentuk sirup dan pil yang dikenal dengan nama pil dekstro.
Di
Amerika, pil dekstro ini kerap disalahgunakan oleh para ABG di sana. Di tanah
air, beberapa remaja juga tewas setelah menenggak minuman keras (miras) yang
dicampur pil dekstro.
Menurut
dr.Ari Fahrial Syam, Sp.PD ahli penyakit dalam dari FKUI RSCM , pil dekstro
bekerja sebagai obat anti batuk yang bekerja sentral pada pusat batuk di otak
dengan menaikkan rangsang batuk di otak. Dosis yang dianjurkan tidak lebih dari
15-30 mg. Dalam dosis tinggi, lebih dari 100 mg akan timbul efek samping.
"Pada
dosis diatas 200 mg akan timbul euphoria dan halusinasi. Pada kondisi
orang yang mengkonsumsi DMP akan merasakan happy dan lupa akan
masalah yang sedang dialaminya," kata dr.Ari, dari Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM ini.
Ia
menambahkan, efek samping yang lebih berat akan muncul jika pil dekstro
dikombinasi dengan obat-obat stimulan yang mengandung kafein, terutama dalam
bentuk minuman yang dijual bebas sebagai minuman suplemen atau minuman energi
serta alkohol.
"Efek
lain yang sering muncul adalah melayang, pandangan kabur, mabuk, jantung
berdebar-debar, sesak napas dan muntah. Pasien bisa tidak sadar, kejang, bahkan
meninggal," paparnya.
Di
Balik Bebasnya Obat Batuk dan Pilek
"Anak
batuk pilek? Ah gampang aja, tinggal beli obatnya di apotek, berikan kepada
anak, biarkan ia tidur, dan besoknya batuk pilek pun berkurang, mungkin begitu kata-kata masyarakat kita saat ini.
Memang, banyak orangtua beranggapan obat bebas di pasaran boleh dipakai dengan
bebas pula. Padahal tidak demikian kenyataannya. Meskipun banyak obat pereda
batuk dan pilek digolongkan sebagai obat bebas, tetap saja pemakaian
sembarangan dapat menimbulkan bahaya.
Bahkan,
FDA (Food and Drugs Administration) Amerika Serikat yang sering menjadi acuan
dunia, melarang orangtua memberikan obat batuk pilek yang dijual bebas kepada
anak di bawah dua tahun. Ini meliputi seluruh obat-obatan berkomposisi
dekongestan (pelega saluran napas), ekspektoran (pengencer dahak), antihistamin
(mengurangi hidung meler dan bersin), dan antitusif (pereda batuk tanpa dahak).
Apa saja risikonya? Antara lain memicu epilepsi, membuat jantung berdebar, dan
mengurangi kesadaran.
Untuk
anak berusia di atas dua tahun pun, orangtua harus tetap berhati-hati memilih
obat batuk pilek yang beredar di pasaran. Tidak semua komposisi obat tersebut
aman buat anak terutama, kata Adi, golongan obat dekongestan seperti
pseudoefedrin, etilefedrin, atau fenilefrin. "Jika diberikan dengan dosis
rendah mungkin efeknya tidak terlalu berbahaya. Namun jika dosisnya di atas
yang dianjurkan, maka dapat berakibat fatal. Ada beberapa kasus fatal yang
terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu, seperti dilaporkan Prof. Iwan
Darmansjah, Sp.FK."
Memang, diakui Adi, beberapa obat itu ada yang berefek cespleng. "Ini juga
berlaku buat obat batuk berdahak, karena lendir di tenggorokan harus
dikeluarkan, bukannya malah ditahan/ditekan.
"Setelah obat diminum, hidung anak terasa kering alias tidak meler lagi.
Orangtua langsung senang karena menganggap pilek anak telah sembuh. Padahal,
ada bahaya yang mengancam di balik itu. Lendir bukannya hilang tetapi tertekan
dan menggumpal di saluran pernapasan."
Bahayanya, lendir itu dapat menjadi media pertumbuhan kuman yang kemudian masuk
ke paru-paru dan menyebabkan radang paru. Sedangkan jika naik ke kuping bisa
menyebabkan congekan. Jadi, semua lendir yang merupakan reaksi pertahanan tubuh
terhadap penyakit seharusnya dikeluarkan dengan cara-cara lain yang lebih
tepat, bukan ditahan atau ditekan. Beberapa obat pilek juga dapat menggumpalkan
lendir di tenggorokan. Kejadian ini dapat memperparah asma anak. Oleh karenanya
mintalah saran pada dokter, terutama jika usia anak kurang dari 2 tahun.
Lain Batuk, Lain Pula Obatnya
Adi
mengingatkan, pilek atau flu merupakan penyakit yang disebabkan virus. Semua
penyakit infeksi virus pada 3 hari pertama akan bergejala yang disebut ILI
(influenza like illness). Ditandai dengan hidung meler, tersumbat,
bersin-bersin, dan demam. Nah, penyakit pilek dan flu umumnya akan sembuh
sendiri setelah lima hari, tentu jika dibarengi dengan istirahat yang cukup dan
asupan nutrisi yang cukup. Jadi, tanpa diobati pun, penyakit flu atau pilek
akan sembuh sendiri.
Jika batuk dan pilek tak kunjung reda, gejala ini harus diatasi sesuai
penyebabnya yang lain. Batuk yang disertai demam, biasanya mengharuskan dokter
memberikan obat antibiotika. "Kondisi lingkungan tanah air yang cukup
buruk dari segi endemiknya kuman, juga tingginya polutan udara, membuat bibit
penyakit tumbuh subur, sehingga rawan mendompleng pada batuk pilek anak.
Tandanya bakteri sudah mendompleng adalah timbulnya demam tinggi selama
beberapa hari."
Sedangkan batuk dan pilek yang disebabkan alergi tidak akan mempan diobati
dengan obat apa pun jika pencetus alerginya tidak dihindari. Jelas, kan,
mengobati batuk dan pilek tidak bisa sembarangan. Belum lagi, ada anak yang
alergi terhadap golongan obat tertentu.
Kesimpulannya, orangtua jangan mengambil risiko, apalagi jika usia anak masih
di bawah dua tahun. Lakukan konsultasi dengan dokter jika batuk pilek disertai
demam tinggi di atas 39,4° C meskipun baru satu hari, atau 37,8° C hingga hari
kedua. Batuk pilek dengan gejala sering buang air kecil dan sakit telinga pun
harus segera diperiksakan ke dokter terdekat. (Sumber : KOMPAS)